Fiqh Faraa’idh (6)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, dan para sahabatnya semua. Amma ba’du:
Berikut ini merupakan lanjutan fiqh fara’idh yang telah dibahas sebagiannya sebelumnya. Semoga Allah menjadikan risalah ini bermanfaat, Allahumma aamin.
XI. ‘Aul dan Radd
‘Aulmaksudnya naiknya angka pada masalah ketika dijumlahkan seluruh bagian yang akan didapatkan oleh ahli waris. Sedangkan Radd artinya membagi sisa pusaka kepada ahli waris. Raddadalah cara penyelesaian ketika terjadi kelebihan harta setelah semua as-habul furuudh mendapatkan bagian-bagiannya masing-masing, meskipun ada yang berpendapat bahwa sisa harta tersebut dikembalikan ke Baitul Mal.
Jumhur ulama berpendapat, bahwa radd dapat diberikan kepada semua as-habul furudh selain kepada suami dan istri, ayah dan kakek.
Catatan: Masalah radd tidak akan pernah ada apabila masih ada ‘ashabah. Oleh karena itu, ayah dan kakek tidak mungkin mendapat radd, karena mereka akan menjadi ‘ashabah jika tidak ada ‘ashabah lain.
‘Aul
‘Aul hanya masuk pada tiga ushul faraa’idh saja, yaitu 6, 12 dan 24. Sedangkan keempat asal masalah lainnya, yaitu 2, 3, 4, dan 8 tidak mungkin terjadi ‘aul.
Apabila terjadi ‘aul dan ada ashabah, maka ashabah tidak mendapatkan apa-apa, karena jangankan sisa, untuk As-habul Furudh saja harta yang ada masih kurang.
‘Aul dari 6 bisa menjadi 7, 8, 9 dan 10.
‘Aul dari 12 bisa menjadi 13, 15 dan 17.
‘Aul dari 24 bisa menjadi 27.
Contoh ‘Aul:
1. ‘Aul 6 ke 7 adalah jika ahli warisnya adalah suami, saudari kandung dan nenek. Asal masalahnya adalah 6; untuk suami ½ sehingga mendapat 3, saudari kandung mendapat ½ sehingga mendapat 3, sedangkan nenek mendapatkan 1/6 yaitu 1. Dalam keadaan ini asal masalah enam naik menjadi asal masalah tujuh. Misalnya harta peninggalannya Rp. 840.000 dengan ahli waris di atas:
Ahli waris | Fardh | AM = 6[i] |
Suami | ½ x 6 | 3 |
Saudari kandung | ½ x 6 | 3 |
Nenek | 1/6 x 6 | 1 |
Anda dapat melihat jumlah 3 + 3 + 1 = 7 melebihi asal masalah, maka cara pembagiannya tidak 3/6, 3/6 dan 1/6, tetapi menjadi 3/7, 3/7 dan 1/7. dengan ini selesailah masalahnya:
3/7 x 840.000 = 360.000
3/7 x 840.000 = 360.000
1/7 x 84.000 = 120.000
Lihat! 360.000 + 360.000 + 120.000 = 840.000
Habis bukan harta tersebut dan dapat dibagi secara adil. Inilah yang disebut dengan ‘Aul. Jika tidak diaul tentu masih ada sisa.
2. ‘Aul 6 ke 8 adalah jika ahli warisnya adalah suami, dua saudari kandung dan ibu. Asal masalahnya adalah 6; ½ untuk suami yaitu 3, 2/3 untuk dua saudari yaitu 4, sedangkan ibu mendapat 1/6 yaitu 1. Dalam keadaan ini asal masalah enam naik menjadi asal masalah delapan.
3. ‘Aul 12 ke 13 adalah jika ahli warisnya istri, ibu dan dua orang saudari seayah. Asal masalahnya adalah 12 karena ada ¼ dan 1/6 di
4. ‘Aul 24 ke 27 adalah jika ahli warisnya istri, kakek, ibu dan dua putri. Asal masalahnya adalah 24 karena ada 1/8 dan 1/6. istri mendapatkan 1/8 yaitu 3, kakek mendapatkan 1/6 yaitu 4, dan ibu mendapatkan 1/6 yaitu 4, sedangkan 2/3-nya yaitu 16 adalah untuk putri, sehingga dalam hal ini ‘aul naik ke 27.
Radd
Jika dalam pembagian harta warisan, ahli warisnya ada yang berhak menerima ashabah (sisa), maka praktis jika ada harta sisa langsung diberikan kepadanya. Akan tetapi jika tidak ada ahli waris ashabah, maka cara pembagian harta sisa ditempuh dengan hitungan radd, yakni mengembalikan sisa harta kepada Ahli waris sehingga menjadi habis[ii]. Caranya adalah dengan mengurangi bilangan angka asal masalah sehingga menjadi sesuai dengan jumlah angka-angka bagian Ahli Waris yang ada.
Dalil umum metode radd adalah firman Allah Ta’ala,
وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ
“Orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat).” (QS. Al Anfal: 75)
Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat, bahwa yang berhak menerima radd adalah semua as-habul furudh selain suami, istri, ayah, dan kakek.
Ahli waris yang terjadi Radd pada mereka adalah Ahli waris fardhu (as-habul furudh) dari para kerabat terdekat mayit, sehingga tidak ada radd pada salah seorang pasutri, karena kedunya tidak terikat dengan kekerabatan rahim. Mereka ada tujuh orang: (1) Anak-anak perempuan, (2) Cucu-cucu perempuan dari anak laki-laki, (3) Saudari-saudari kandung, (4) Saudari-saudari seayah, (5) Saudara/I seibu, (6) Ibu, (7) Nenek (seorang atau lebih secara mutlak).
Dalam menyelesaikan masalah Radd, perlu kita perhatikan ahli waris yang berhak dan tidak berhaknya menerima Radd dengan jalan sebagai berikut:
a. Jika semua ahli waris berhak menerima Radd, maka penyelesaiannya ada beberapa cara di antaranya adalah dengan cara berikut:
- Mencari saham-saham (bagian) As-habul furudh
- Menjumlahkan saham-saham tersebut
- Jumlah saham tersebut dijadikan asal masalah yang baru pengganti AM yang lama.
Contoh: Harta peninggalan Rp. 360.000,- , ahli warisnya: saudari sekandung, saudari seayah dan ibu. Maka:
Ahli waris | Fardh | AM = 6 menjadi 5[iii] | Dari 360.000 |
Saudari kandung | ½ | 3/5 x 360.000 | 216.000 |
Saudari seayah | 1/6 | 1/5 x 360.000 | 72.000 |
Ibu | 1/6 | 1/5 x 360.000 | 72.000 |
Contoh lain: Harta peninggalan Rp. 600.000,- , ahli warisnya: anak perempuan dan ibu. Maka:
Ahli waris | Fardh | AM = 6 menjadi 4[iv] | Dari 360.000 |
Anak perempuan | ½ | 3/4 x 600.000 | 450.000 |
Ibu | 1/6 | 1/4 x 600.000 | 150.000 |
b. Jika Ahli Waris yang ada hanya satu orang dan ia termasuk as-habul furudh, maka ia mengambil semua harta. Tidak perlu dihitung lagi, karena hasilnya akan sama. Misalnya seorang hanya meninggalkan anak perempuan tanpa ahli waris yang lain, baik as-habul furudh maupun ashabah, maka ia mendapatkan seluruh harta dari bagian asli yaitu ½ dan sisanya dari radd.
c. Jika Ahli Waris hanya satu kelompok saja yang terdiri dari beberapa orang, maka harta dibagi rata. Asal masalahnya adalah sesuai jumlah kepala mereka. Misalnya seorang wafat meninggalkan lima cucu perempuan dari anak laki-laki, maka asal masalahnya 5.
d. Jika di antara ahli waris ada yang tidak berhak menerima Radd (seperti adanya istri), maka cara penyelesaiannya adalah:
- Seluruh As-habul furuudh diberikan fardh-nya masing-masing.
- Sisa harta hanya diberikan kepada mereka yang berhak menerima saja sesuai fardhnya masing-masing.
- Menjumlahkan sisa penerimaan mereka dengan penerimaan mereka yang semula.
Contoh: Harta peninggalan Rp. 240.000, ahli warisnya: istri, nenek dan dua saudari seibu.
Ahli waris | Fardh | AM = 12 | Dari 240.000,- |
Istri | ¼ | 3/12 x 240.000 | 60.000 |
Nenek | 1/6 | 2/12 x 240.000 | 40.000 |
2 saudari seibu | 1/3 | 4/12 x 240.000 | 80.000 |
Sisa harta = 240.000 – 180.000 = 60.000,-
(diradd kepada mereka yang berhak menerima), yaitu:
nenek = 1/6 x 6[v] = 1
2 saudari seibu = 1/3 x 6 = 2
Jumlah = 3
Tambahan untuk:
- Nenek = 1/3 x 60.000 = 20.000
- 2 saudari seibu = 2/3 x 60.000 = 40.000
Jadi penerimaan:
- Nenek = 40.000 + 20.000 = 60.000,-
- 2 saudari seibu = 80.000 + 40.000 = 120.000,-
Ini adalah salah satu cara penyelesaian Radd.
Lebih rincinya masalah radd ketika ada suami atau istri akan diterangkan di bawah ini:
Masalah radd ketika ada suami atau istri
Radd ketika ada suami atau istri ada beberapa kemungkinan:
1. Hanya ada dua jenis Ashabul Furudh dan salah satunya adalah suami atau istri
Dalam hal ini asal masalahnya adalah angka penyebut bagian suami atau istri, yaitu 2 (dari ½), 4 (dari ¼), dan 8 (dari 1/8), kemudian sisanya langsung diberikan kepada ahli waris yang lain.
Contoh: istri dan seorang anak perempuan.
Asal Masalah | 8 | 8 | 8 |
Istri | 1/8 | 1 | 1 |
Anak Pr | ½ | 4 + Radd (3) | 7 |
Contoh lainnya: suami bersama 2 anak perempuan.
Asal Masalah | 4 x 2[vi] | 8 | |
Suami | ¼ | 1 | 2 |
2 anak pr | Sisa | 3 mutsbat[vii] nya 2 | 6 (@ 3) |
Contoh lainnya: Istri dan 2 anak perempuan.
Asal Masalah | 8 | 8 x 2[viii] | 16 | |
Istri | 1/8 | 1 | 1 x 2 | 2 |
2 anak pr | Sisa | 7 mutsbat nya 2 | 2 x 7 | 14 @ 7 |
2. Jika ada lebih dari as-habul furudh bersama suami atau istri
Dalam hal ini dilakukan 2 kali perhitungan.
Hitungan pertama yaitu masalah suami atau istri yang disebut masalah zaujiyyah, yang harus dihitung terlebih dahulu. Setelah itu sisanya dibagikan kepada As-habul Furudh yang lain sesuai bagian mereka masing-masing, kemudian asal masalahnya adalah hasil radd. Selanjutnya kedua masalah ini digabung.
Hal ini tentu akan membawa tiga kemungkinan:
Pertama, terjadi mumatsalah/tamatsul (kesamaan) pada sisa dalam masalah zaujiyyah dengan asal masalah radd, maka masalah zaujiyyah bisa langsung dibagi dengan masalah radd, dan tidak perlu dilakukan tashih (perbaikan). Contoh: istri, ibu, dan 2 saudara seibu.
Penyelesaiannya adalah masalah zaujiyyah adalah 4 karena sesuai bagiannya yaitu ¼. Sisanya 3.
Selanjutnya asal masalah radd adalah:
Asal Masalah | 6 | 3 | |
Ibu | 1/6 | 1 | 1 |
2 saudara seibu | 1/3 | 2 | 2 |
Sisa | 3 |
|
Masalah Radd sama (mumatsalah) dengan jumlah sisa pada masalah zaujiyyah, berarti langkah berikutnya hanya menggabungkan kedua masalah tersebut:
Asal Masalah | 4[ix] | 3[x] | |
Istri | ¼ | 1 | |
Ibu | Sisa | 1 | |
2 Saudara seibu | 2 ( @ 1) | ||
Kedua, terjadi mubayanah/tabayun (tidak sama) antara jumlah sisa dengan asal masalah radd.
Contoh: Suami, anak perempuan, dan cucu perempuan.
Masalah zaujiyyahnya adalah 4, karena bagian suami ¼ dan sisa 3.
Lalu kita selesaikan masalah Radd sebagai berikut:
Asal Masalah | 6 – 2 = | 4 | |
Anak Perempuan | ½ | 3 | 3 |
Cucu perempuan | 1/6 | 1 | 1 |
Sisa | 2 |
|
Terjadi mubayanah antara sisa masalah zaujiyyah (3) dengan masalah radd (4), maka harus dikalikan antara masalah radd dengan masalah zaujiyyah (4 x 4 = 16). Berarti angka komprominya adalah 16.
Bagian anak perempuan adalah bagiannya pada masalah radd dikali sisa pada masalah zaujiyyah (3), demikian halnya bagian cucu perempuan, sebagaimana pada tabel berikut:
Asal masalah | 4 x | 4 | 16 |
Suami | ¼ | 1 x 4 | 4 |
Anak Pr | Sisa (3) | 3 x 3 | 9 |
Cucu Pr | 1 x 3 | 3 |
Tabelnya juga bisa dibuat seperti ini:
Asal Masalah | 12 | 4 | 6-2 = 4 | 16 |
Suami | ¼ | 1 |
| 4 |
Anak Pr | ½ | 3 | 3 x 3 | 9 |
Cucu Pr | 1/6 | 1 x 3 | 3 | |
| Masalah Adiyah (biasa) | Masalah Zaujiyyah | Masalah Radd | Masalah Jami’ah (Akhir) |
Contoh Lain: Istri, nenek, dan 2 anak perempuan.
Asal masalah zaujiyyah adalah 8, karena istri mendapatkan 1/8, dan sisanya 7.
Selanjutnya masalah radd adalah sebagai berikut:
Asal Masalah | 6 - 1 | 5 | |
Nenek | 1/6 | 1 | 1 |
2 anak perempuan | 2/3 | 4 | 4 |
Sisa | 1 |
|
Terjadi mubayanah antara asal masalah radd (5) dengan sisa pada masalah zaujiyyah (7). Untuk mencari angka kompromi asal masalah zaujiyyah (8) x asal masalah radd (5) = 40 .
Bagian masing-masingnya:
Istri: 1 x 5 = 5
Nenek: 1 x 7 = 7
Anak perempuan: 4 x 7 = 28
Asal Masalah | 8 x | 5 | 40 |
Istri | 1 x 5 | 5 | |
Nenek | Sisa (7) | 1 x 7 | 7 |
2 anak perempuan | 4 x 7 | 28 |
Contoh lainnya:
Ahli waris terdiri dari istri, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan ibu.
Asal masalah | 8 | 8 | 6 menjadi 5 | 5 x 8 = 40 |
Istri | 1/8 | 1 |
| 1 x 5 = 5 |
Anak Pr | ½ | 7 | 3 | 7 x 3 = 21 |
Cucu Pr dari anak lk | 1/6 | 1 | 7 x 1 = 7 | |
Ibu | 1/6 | 1 | 7 x 1 = 7 |
Keterangan:
Di atas masalah zaujiyyahnya 8, istri mendapatkan 1, sisanya 7.
Asal masalah Radd 6 dan berubah menjadi 5, karena 3 + 1 + 1 = 5.
Antara 5 dengan 8 tabayun, maka dikalikan, hasilnya 40.
Ketiga, Ketika terjadi muwafaqah antara masalah radd dengan sisa masalah zaujiyyah, maka dicari angka wafq (sesuai) dari asal masalah radd, kemudian dikali dengan asal masalah zaujiyyah.
Contoh: seorang istri, 2 nenek, dan 2 saudara seibu.
Masalah zaujiyyah ada 4, istri mendapatkan 1, sisanya 3.
Selanjutnya masalah radd sebagai berikut:
Asal Masalah | 6 | 3 x 2 (dari 2 nenek) | 6 | |
2 nenek | 1/6 | 1 | 1 | 2 (@1) |
2 saudara seibu | 1/3 | 2 | 2 | 4 (@2) |
Sisa | 3 |
|
|
Masalah ini perlu ditashih (diperbaiki), karena jumlah nenek tidak bisa dibagi jumlah bagiannya.
Antara 6 (asal masalah radd) dan 3 (sisa masalah zaujiyyah) terjadi tawafuq, lalu dicari wafq 6 dalam hubungannya dengan 3 dan hasilnya 2. Sedangkan wafq 3 dalam hubungannya dengan 6 adalah 1. Yakni 6 : 3 (6 banding 3) = 2: 1 (ketika diperkecil).
Wafq masalah radd ini dikalikan asal masalah zaujiyyah, yaitu 2 x 4 = 8 (angka kompromi).
Untuk mencari bagian akhir suami atau istri rumusnya:
Bagian akhir masalah zaujiyyah x wafq masalah radd
Sedangkan ntuk mencari bagian akhir ashabul furudh rumusnya:
Bagian akhir masalah radd x wafq sisa masalah zaujiyyah
Asal Masalah | 4 | 8 | |
Istri | ¼ | 1 x 2 | 2 |
2 nenek | Sisa (3) | 2 x 1 | 2 (@1) |
2 saudara seibu | 4 x 1 | 4 (@2) |
Masalah Musytarakah
Apabila seorang wanita wafat meninggalkan suami, ibu, saudara seibu, seorang saudara kandung atau lebih, maka asal masalahnya adalah (karena KPK antara 1/2, 1/6 dan 1/3 adalah 6):
- Suami mendapatkan ½ dari 6, yaitu 3.
- Ibu mendapat 1/6 dari 6, yaitu 1.
- Saudara seibu mendapat 1/3 dari 6, yaitu 2.
Sedangkan saudara kandung tidak memperoleh sedikit pun tarikah (harta peninggalan), karena ia sebagai ‘ashabah, sedangkan ‘ashabah tidak mendapatkan apa-apa ketika pembagian kepada as-habul furudh tidak bersisa.
Akan tetapi, Umar radhiyallahu 'anhu menetapkan agar saudara kandung diikutsertakan dengan saudara seibu dalam bagian 1/3 itu, sehingga mereka mengambil bagian secara sama rata; saudara kandung sama seperti saudara seibu. Oleh karena itulah masalah ini disebut masalah musytarakah atau hajariyyah. Disebut hajariyyah karena ketika itu para saudara kandung berkata kepada Umar, ketika pada awalnya Beliau mencegah mereka dari mendapat warisan, “Ya, bapak kami memang hajar (terhalang), tetapi bukankah ibu kami sama? Lalu mengapa kami terhalang, sedangkan saudara kami mendapatkannya?” Maka Umar pun tunduk dan akhirnya menetapkan agar mereka diikutsertakan dengan saudara mereka seibu dalam bagiannya 1/3.
Contoh: Harta warisan Rp. 600.000,-, ahli warisnya suami, ibu, 2 saudara seibu, dan 2 saudara sekandung.
Penyelesaian tanpa musytarakah:
Ahli waris | Fardh | AM = 6 | Dari 600.000 |
Suami | ½ | 3/6 x 600.000 | 300.000 |
Ibu | 1/6 | 1/6 x 600.000 | 100.000 |
2 saudara seibu | 1/3 | 2/6 x 600.000 | 200.000 |
2 saudara sekandung | Ashabah (jika ada) | - | - |
Pada penyelesaian di atas, 2 saudara kandung tidak menerima bagian, karena semua harta habis terbagi, termasuk kepada saudara seibu yang kekerabatannya lebih jauh. Saudara seibu pertaliannya hanya dari ibu, sedangkan saudara sekandung pertaliannya dari ayah dan ibu. Oleh karena itu, Umar, Utsman, Zaid, Sufyan Ats Tsauri, dan Syafi’I menyertakan saudara kandung dengan saudara seibu untuk menerima sisa yang 1/3 bagian (laki-laki dan perempuan sama).
Penyelesaian dengan musytarakah:
Ahli waris | Fardh | AM = 6 | Dari 600.000 |
Suami | ½ | 3/6 x 600.000 | 300.000 |
Ibu | 1/6 | 1/6 x 600.000 | 100.000 |
2 saudara seibu | 1/3
| 2/6 x 600.000 - | 200.000 - |
2 saudara sekandung |
Sehingga, masing-masing; baik saudara seibu maupun saudara sekandung memperoleh Rp. 50.000 (hasil dari 200.000 : 4).
Bersambung…
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraaji’: Minhaajul Muslim (Syaikh Abu Bakar Al Jazaa’iriy), Al Fiqhul Muyassar, Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Saabiq), Al Faraa’idh (A. Hassan), Belajar Mudah Ilmu Waris (Anshari Taslim, Lc), https://www.alukah.net/sharia/0/112701/ dll.
[i] KPK dari 2,2 dan 6 = 6.
[ii] Di antara ulama ada yang berpendapat, bahwa kelebihan harta ini disalurkan ke Baitul Mal.
[iii] Menjadi 5, karena jumlah 3 + 1 + 1 = 5.
[iv] Menjadi 4, karena jumlah 3 + 1 = 4.
[v] KPK dari 6 dan 3 = 6.
[vi] Karena jumlah anak perempuan ada dua sedangkan bagiannya ada 3, maka yang ditetapkan 2, lalu dikali dengan asal masalah.
[vii] Angka yang ditetapkan karena melihat jumlah kepala.
[viii] Karena jumlah anak perempuan ada dua sedangkan bagiannya ada 7, maka yang ditetapkan 2, lalu dikali dengan asal masalah.
[ix] Asal masalah zaujiyyah.
[x] Asal masalah radd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar